Jakarta- Front Pembela Islam (FPI) menyebut, hukuman pancung yang dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia, Ruyati binti Satubi oleh pemerintah Arab Saudi merupakan tragedi kemanusian.
FPI menyesalkan, pemerintah yang seperti tidak perduli terhadap nasib para pahlawan devisa itu. "Soal hukum mati Ruyati merupakan tragedi kemanusiaan. Tapi sampaikan protes keras kepada pemerintah RI yang tidak peduli kepada nasib pahlawan devisa negeri," ujar Ketua FPI, Habib Rizieq dalam siaran persnya yang diterima INILAH.COM, Rabu (22/6/2011).
Protes keras itu, sambung Rizieq, karena seharusnya hukuman mati itu bisa dibatalkan asalkan pemerintah mengupayakan dengan empat langkah.
Pertama, katanya, secara kekeluargaan mestinya ada pendekatan intensif oleh KBRI di Saudi kepada keluarga korban agar mendapat maaf. "Sehingga hukum mati digugurkan dengan maaf," ujar dia.
Langkah kedua, pemerintah seharusnya menyediakan pengacara handal untuk membela Ruyati selama dipersidangan. Karena jika, pembunuhan yang dilakukan terhadap majikannya itu untuk membela diri, maka tidak ada qishosh.
Ketiga, lanjut Rizieq, secara politik harus dilakukan lobby tingkat tinggi antara Presiden RI dengan Raja Saudi.
"Langkah terakhir, keempat, pemerintah mestinya mampu menyiapkan pembayaran diyatnya sebagai ganti Qishosh. Nah, ke-empat hal tersebut tidak dilakukan pemerintah, karena pemerintah mengaku baru tahu setelah dieksekusi," sesal Rizieq.
Dengan masih adanya peristiwa itu, Rizieq menyayangkan masih sangat lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sehingga dalam kasus ini, menurut dia, pihak yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah RI.
sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail
FPI menyesalkan, pemerintah yang seperti tidak perduli terhadap nasib para pahlawan devisa itu. "Soal hukum mati Ruyati merupakan tragedi kemanusiaan. Tapi sampaikan protes keras kepada pemerintah RI yang tidak peduli kepada nasib pahlawan devisa negeri," ujar Ketua FPI, Habib Rizieq dalam siaran persnya yang diterima INILAH.COM, Rabu (22/6/2011).
Protes keras itu, sambung Rizieq, karena seharusnya hukuman mati itu bisa dibatalkan asalkan pemerintah mengupayakan dengan empat langkah.
Pertama, katanya, secara kekeluargaan mestinya ada pendekatan intensif oleh KBRI di Saudi kepada keluarga korban agar mendapat maaf. "Sehingga hukum mati digugurkan dengan maaf," ujar dia.
Langkah kedua, pemerintah seharusnya menyediakan pengacara handal untuk membela Ruyati selama dipersidangan. Karena jika, pembunuhan yang dilakukan terhadap majikannya itu untuk membela diri, maka tidak ada qishosh.
Ketiga, lanjut Rizieq, secara politik harus dilakukan lobby tingkat tinggi antara Presiden RI dengan Raja Saudi.
"Langkah terakhir, keempat, pemerintah mestinya mampu menyiapkan pembayaran diyatnya sebagai ganti Qishosh. Nah, ke-empat hal tersebut tidak dilakukan pemerintah, karena pemerintah mengaku baru tahu setelah dieksekusi," sesal Rizieq.
Dengan masih adanya peristiwa itu, Rizieq menyayangkan masih sangat lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Sehingga dalam kasus ini, menurut dia, pihak yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah RI.
sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail
0 comments:
Posting Komentar